Mira terbiasa menghabiskan sebagian besar waktunya di meja rias setiap pagi dan sebelum tidur, mengamati dengan seksama tiap pori di wajahnya.

Riri seringkali harus menahan emosi yang bergejolak di dadanya tiap kali ia menyentuh lekukan kecil bekas luka di pipinya.

Anto ingat betul bagaimana perasaannya ketika dulu ia sering dianggap kurang menjaga kebersihan wajahnya.

Ketiga contoh diatas memiliki satu kesamaan: semuanya pernah mengalami masalah dengan jerawat. Anda boleh menyebutnya apa saja, tapi jerawat jelas bukan bahan tertawaan bagi mereka. Demikian juga bagi lebih 20 juta remaja AS, yang menurut American Academy of Dermatology (AAD), juga mengalaminya.

Meski data statistik mengenai jerawat pada remaja terlihat amat mudah diperoleh, tidak demikian halnya dengan data penderita jerawat dewasa. Namun mereka yang menanganinya mengatakan angka ini bisa lebih tinggi dari yang diperkirakan.

"Setidaknya 50 persen dari penderita kasus jerawat yang saya tangani berusia diatas 30," ujar Dr. Jon Morgan, yang membuka praktek pribadi di Columbia, S.C. "Dari jumlah tersebut, 20 persennya pertama kali mengalaminya diatas usia 20. Adalah suatu pandangan yang salah menganggap bahwa jerawat akan hilang dengan berakhirnya masa remaja.

Bagi Mira, jerawat seakan telah menjadi teman seumur hidupnya. "Saat usiaku menginjak 24, aku menyadari bahwa jerawat tak akan pernah hilang dari wajahku," kata PR eksekutif yang kini berusia 26 tahun itu, seraya menambahkan bahwa "biaya dan nyeri"—kurang biaya dan takut akan nyeri yang akan dirasakan saat pengobatan—merupakan alasannya tak pernah menemui dokter kulit. "Aku mengatasinya sendiri di rumah, dengan caraku sendiri yang terkadang agak ‘nyeleneh’. Aku telah mencoba berbagai macam cara, menggunakan pasta gigi, Listerine atau Vick’s Vaporub. Terkadang obat-obatan itu membuat wajahku terasa terbakar, tapi setidaknya mereka lebih murah daripada obat-obat jerawat yang dijual bebas."
Ketika saatnya mencari pekerjaan, Mira memastikan tunjangan kesehatan yang diterimanya meliputi biaya konsultasi ke dokter kulit. Setelah menjalani kombinasi perawatan, termasuk diantaranya pemakaian salep kulit, peeling kulit dengan asam glikolat, dan antibiotik tetrasiklin, wajahnya mulai menjadi bersih. Kini, sementara jerawatnya muncul terkendali dan ia terus mengikuti program perawatan kulit, Mira juga mencoba mengubah beberapa kebiasaan buruknya.

"Dokterku mengajarkan untuk tidak terlalu sering berada di depan cermin, karena semakin sering aku di depan cermin, aku semakin tergoda untuk memencet jerawatku. Jadi, sekarang aku tak begitu sering melihat ke cermin lagi, dan yang jelas, aku sudah tidak super-paranoid lagi."

Terlalu mengkhawatirkan dan sering memencet-mencet jerawat telah menjadi rutinitas psikis bagi seorang penderita jerawat, jelas Morgan. "Memencet jerawat kelihatannya merupakan cara terbaik untuk melenyapkannya. Dan hal ini telah menjadi suatu insting. Tapi sebenarnya hal ini tidak dapat menyembuhkan jerawat, malah meningkatkan resiko timbulnya bekas setelah sembuh," ujar anggota resmi AAD ini.

"Saya pikir jika saya memencetnya, saya dapat mengeluarkannya dan akan terbebas darinya," ujar Riri, seorang penari professional berusia 34 tahun, sekaligus ibu dari dua anak, yang mengalami periode terparahnya pada usia pertengahan hingga akhir 20-an. "Ada rasa benci pada diri sendiri saat itu. Saya ingat saya merasa amat marah ketika melakukannya. Tentu saja, kini saya harus menanggung bekas lukanya, baik di luar maupun di dalam."

Pada kasus Riri, berulang kali mengunjungi dokter kulit tak membuahkan hasil. Justru pil KB yang akhirnya berhasil mengurangi jerawatnya. Dan ketika hamil anak pertamanya di usia 29, jerawat di wajahnya hilang begitu saja. "Kasus ini adalah kasus jerawat dewasa karena pengaruh hormonal, jelas Dr. Gloria Graham, yang juga pernah mengalami sendiri kasus serupa. "Pada wanita, dengan peningkatan hormon pria (yang normal terdapat dalam jumlah sedikit pada wanita), jerawat akan lebih mudah muncul. Konsumsi estrogen dapat menyeimbangkan sistem ini. Itulah sebabnya, terapi hormonal berhasil pada banyak wanita."

Menghindari bekas luka permanen telah menjadi prinsip perawatan yang diterapkan Dr. Morgan. Ia juga tak menganjurkan pemakaian antibiotik jangka panjang untuk mengatasi jerawat. "Mencoba menyelamatkan’ wajah dan menghindari timbulnya bekas luka permanen benar-benar pekerjaan yang menyenangkan. Saya tak setuju penggunaan antibiotik jangka panjang yang tak begitu manjur dan masih memungkinkan timbulnya bekas jerawat," jelas Morgan.

Seorang mantan penderita lain, Anto, berpendapat, "Jerawat itu benar-benar seperti bakteri yang tumbuh di wajah kita. Ketika jerawatnya pecah, wajah menjadi bersih—sepertinya selama ini saya tidak menjaga kebersihan wajah saja. Sebenarnya, itu merupakan keturunan. Tapi meskipun anda telah mengetahui hal ini, anda tak dapat terlepas dari pandangan orang-orang mengenai hal ini. Banyak orang mengira, "Orang ini pasti jorok sekali dan tak pernah memperhatikan dirinya sendiri."

"Tiap orang punya pendapatnya sendiri. Dan terkadang opini mereka amat kejam. Mereka berjalan sambil lalu dan ketika berpapasan denganku mereka seenaknya mengomentari wajahku, sementara mereka memiliki kulit sehalus porselin dan menasehatiku tentang apa yang seharusnya kulakukan. Saya jadi merasa amat ‘kecil’ karena mereka pikir saya sengaja melakukannya pada diri sendiri. Itu amat buruk, kejam, dan menyakitkan," tambah Anto.

Seperti penderita jerawat dewasa lainnya, kedewasaan merupakan kunci psikologis mengatasi masalah ini. "Aku menganggapnya sebagai pembentuk kepribadianku," ujar Mira. "Ketika aku mengalaminya, kecantikan sepertinya merupakan hal terpenting di dunia ini. Namun kini aku menggunakan pengalaman itu untuk menilai karakter orang dengan lebih baik, karena yang ada di dalam hatilah yang lebih penting." (Sari)

>



1 komentar:

  1. Yes. Boleh dihilangkan, dihapuskan menggunakan teknik Firnena. Teknik ni agak 'powerful', menyerang serta menghancurkan sarang resdung di dalam badan. Terkeluar kahak2 kuning, pekat dan nanah. Setakat ni, ia adalah di antara teknik paling 'best' yg ada. Semuanya diajar supaya pesakit boleh buat sendiri di rumah. Lawati:

    firnena.com

    Trimas!

    BalasHapus