Sahabat...
Rasa cinta adalah fitrah manusia. Karenanya, percintaan adalah rentangan waktu kehidupan manusia yang akan mereka lalui dengan keindahan dan haru biru. Cinta yang tulus, insya Allah akan menyelamatkan manusia dari api neraka yang maha dahsyat panasnya.

Cinta tulus, terbesar dan hakiki adalah cinta kepada Allah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah sabda Rasulullah Saw. melalui Anas ra., "Ada tiga perkara yang barangsiapa dalam dirinya terdapat ketiga perkara itu, dia pasti merasakan manisnya iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain; mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah; dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah sebagaimana dia tidak mau kalau dicampakkan ke dalam api."

Sahabat...
Sesungguhnya persaudaraan kita merupakan buah dari ketinggian akhlak, dan tafarruq (perselisihan) kita merupakan akibat dari rendahnya akhlak. Akhlak yang bagus membuahkan rasa saling cinta, saling sayang, dan saling memberikan manfaat. Karena itu, cinta melahirkan melahirkan ukhuwah. Ukhuwah yang telah digambarkan secara mengharukan oleh Bilal, Amar dan Zaid, atau Umar, Ali dan Utsman, yang bersanding dan bercinta karena Allah. Kasih sayang di antara mereka merupakan gambaran janin ukhuwah yang dikandung dalam perut iman, dan terlahir dari ibu yang bernama iman.



Ukhuwah berarti bersatunya hati-hati yang ruhnya terikat dengan ikatan akidah. Karenanya, persaudaraan adalah bentuk keimanan yang terikat dengan akidah yang amat kuat. Sementara perpecahannya adalah gambaran kekufuran, yang menempatkan keimanan dan kasih sayang di tempat sampah. Oleh karena itu, manusia yang benar fikrahnya adalah manusia yang melihat saudaranya lebih utama dibanding dirinya sendiri. Jika hal ini terjadi, ukhuwah akan terasa sangat indah, nikmat, dan manis.

Sahabat...
Persaudaraan dan saling mencintai karena Allah adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam agama kita. Siapapun yang berupaya mewujudkannya, tiada hal lain baginya kecuali surga yang maha indah. Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa bersaudara dengan seseorang karena Allah, maka Allah mengangkatnya satu derajat di surga, yang tidak didapatnya dengan sesuatu amalan lainnya". Ibnu Jarir pun meriwayatkan sabda Rasulullah Saw. dari Ibnu 'Abbas ra., ia berkata, "Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang karena Allah, membela seseorang karena Allah, dan memusuhi seseorang karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan dari Allah bisa diperoleh dengan hal tersebut. Seorang hamba tidak akan menemukan nikmatnya iman, sekalipun banyak shalat dan shaum, sehingga dia bersikap demikian. Persahabatan di antara manusia pada umumnya didasarkan atas kepentingan dunia, namun hal itu tidak berguna sedikitpun bagi mereka."

Sahabat...
Cinta seorang Mukmin adalah kekuatan. Ia bagaikan perekat yang mengikat batu bata individu Muslim dalam sebuah bangunan yang kokoh dan tidak mudah roboh. Allah Swt. Berfirman, Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. (Al Hujurat: 10) Sementara itu, Rasulullah Saw bersabda, "Mukmin yang satu terhadap Mukmin yang lain itu bagaikan bangunan
yang mengikat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya." (HR. Muttafaqun 'Alaih)

Sahabat...
Persaudaraan Islam bukanlah suatu permasalahan sampingan dalam Islam, tetapi ia menjadi salah satu prinsip dasar yang menyertai syahadah (persaksian) terhadap keesaan Allah dan kesaksian terhadap kerasulan Muhammad Saw. Persaudaraan merupakan buah dan konsekuensi keimanan yang amat sangat indah. Karena itu, kita harus sama-sama yakin bahwa keindahan-Nya qadim. Keagungan-Nya tinggi. Kekuasaan dan penguasaan-Nya Maha Dahsyat. Keindahan-Nya berpadu dengan kemuliaan. Keagungan-Nya berpadu dengan keluhuran. Kebesaran-Nya tak pernah berakhir. Keindahan-Nya pesona hati. Keagungan-Nya meningkatkan cinta. Sungguh, tiada cinta yaang hakiki kecuali cinta-Nya kepada kita sebagai makhluk-Nya, dan cinta kita kepada-Nya. Adakah kita merasakan semuanya? Wallahua'lam...


Entah siapa yang memulai tapi kemudian seperti menjadi doktrin atau tradisi kalau remaja itu harus berpacaran. Tidak berpacaran berarti belum komplit menjadi remaja. Ya, itu bukan cuma di Indonesia, tapi setahu saya terjadi di hampir seluruh dunia. Di Amerika, dari film-film yang saya tonton dan dari cerita yang saya baca en dengar, pacaran itu jadi kemestian. Meski seringkali berlebihan. Ada pesta dansa, valentine’s day, dsb. Malah peluk dan cium itu sering diperagakan di tempat-tempat umum; di taman, di bioskop, dsb. Juga tidak sedikit remaja di Amrik sana yang melakukan seks bebas sebatas suka-suka. Istilahnya one night stand.
Tapi benarkah itu cuma ada di Amerika yang mewakili bangsa Barat? Sayangnya, nggak juga. Di tanah air, dari yang saya lihat ternyata sudah seperti fotokopi-annya Amrik. Di mana-mana, di jalanan, nggak sedikit lho saya melihat remaja putri dipeluk pacarnya. Malah sekali dua kali saya juga melihat remaja yang sedang ‘mesra-mesranya’ pacaran berani ngesun kekasihnya di tempat-tempat umum. Terakhir hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) Yogyakarta menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi yang kuliah di sana sudah tidak gadis lagi karena pergaulan bebas.
Kalau kamu punya saudara perempuan, kamu pantas cemas. Begitupula orangtua yang punya anak perempuan. Khawatir godaan pergaulan bebas semakin menjadi-jadi.


Pada masa Rasulullah saw. ada sebuah peristiwa menarik tentang pergaulan bebas. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad diceritakan bahwa ada seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, “Duhai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina.” Orang-orang yang berada di sekitarnya marah, tapi Rasulullah saw. menyuruh pemuda itu untuk mendekat dan duduk. Kata beliau, “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada ibumu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan bagi dirimu,” jawab pemuda itu.
“Maka orang-orang pun tidak suka bila itu terjadi pada ibu-ibu mereka,” kata Rasulullah saw. Beliau saw. berkata lagi pada pemuda itu, “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada anak perempuanmu?”
“Tidak demi Allah wahai Rasulullah, Dialah yang menjadikan diriku sebagai tebusan bagi dirimu,” jawab pemuda itu.
“Dan orang-orang pun tidak menyukainya terjadi pada anak-anak perempuan mereka," kata Rasulullah saw. Beliau berkata lagi, “Apakah engkau suka (zina terjadi) pada saudara perempuanmu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan untukmu,” lagi-lagi pemuda itu menjawab.
“Dan orang-orang pun tidak suka itu terjadi pada saudara-saudara perempuan mereka,” kata Rasulullah saw. Beliau berkata lagi, ”Apakah engkau suka (zina terjadi) pada bibimu?”
“Tidak demi Allah yang menjadikan diriku sebagai tebusan untukmu,” lagi-lagi pemuda itu menjawab.
“Demikian pula orang-orang pun tidak menyukainya itu terjadi pada bibi-bibi mereka,” kata Rasulullah saw. Kemudian beliau saw. meletakkan tangannya pada pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”
Menyimak kisah di atas, sebaiknya para cowok mengukur diri, bila kita tidak suka ada laki-laki yang mengganggu, melecehkan, apalagi menodai ibu kita, saudara perempuan kita, atau mungkin bibi kita, tentunya janganlah kita melakukan hal yang serupa pada semua perempuan yang ada di bumi ini. Bukankah orang lain pun punya perasaan yang sama dengan kita, tidak ingin keluarga mereka diganggu? Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah setelah syrik dari perbuatan seorang laki-laki yang menumpahkan air maninya pada rahim yang tidak halal baginya. ”(HR. Imam Abi Dunya).

Saya membayangkan kalau semua pria di dunia berpikiran sama dengan pemuda yang ada dalam kisah di atas, bersihlah masyarakat kita dari berbagai perbuatan yang keji itu.
Buat kamu remaja putri, sadarlah kalau hubungan seks di luar pernikahan bukanlah cinta, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan cinta. Ketika teman priamu merayumu bahkan memaksamu untuk menuruti keinginan jahatnya, sesungguhnya ia tidak mencintaimu, tapi ingin memanfaatkan dirimu. Seseorang yang mencintai orang lain pastinya akan menjaga kehormatan dan kesucian orang yang dicintainya, bukan malah merusaknya.
Dan untuk kalian berdua, para cowok dan cewek, jangan tergoda dengan propaganda atau cerita-cerita orang-orang yang pernah melakukan perbuatan terlarang itu. Apa yang mereka bilang asyik dan menyenangkan hakikatnya adalah penderitaan yang di masa depan. Bayangkan betapa bencinya Allah pada orang-orang yang melakukan perzinaan.
Wahai remaja putri, jagalah harga dirimu, kehormatanmu dan farajmu. Boleh saja pacarmu bilang ‘aku pasti bertanggung jawab’, tapi itu adalah tanggung jawab di dunia, sementara di akhirat sana setiap orang bakal bertanggung jawab pada perbuatannya masing-masing. Tidak akan bisa seseorang melimpahkan urusan pahala dan dosa pada orang lain.


“…dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(TQS. Al An’aam [6] :164).

Dan belajar dari pengalaman orang lain, cowok yang memiliki kelakuan macam itu adalah cowok buaya yang tidak bakalan bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah pacarnya hamil, mungkin ia akan melarikan diri mencari pacar baru, atau menyuruh kekasihnya yang sudah telat haid itu untuk mengaborsi kandungannya. Hih!
Dengan begitu, wahai para cowok, harap diingat bahwa pacarmu bukan istrimu. Dan buat para cewek, pacarmu bukanlah suamimu. Sama sekali tidak ada ikatan apa-apa di antara kalian berdua. Sayangi masa depan kalian berdua. Jangan dihancurkan hanya dengan perasaan ‘cinta’ yang nggak jelas juntrungannya.
Terakhir, tapi ini yang terpenting, pacaran itu sendiri budaya yang asing dalam Islam. Bahkan Islam pun nggak merestuinya, karena kenyataannya pacaran lebih berupa amalan mendekati zina daripada alasan untuk ta’aruf (saling kenal) atau silaturahmi, atau apalah alasannya. Langkah yang benar adalah tidak melakukan pacaran daripada jatuh ke dalam perangkap syetan. Apalagi kalau pacaran itu sekedar main-main belaka.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(TQS. Al Israa’ [17]:32).

Ya, dengan sedih saya mendapati kenyataan kalau pergaulan bebas saat ini sudah diterima sebagai hal yang lumrah. Saya pernah membaca di satu majalah remaja yang mengajukan pertanyaan ‘aman nggak sih pacaran di kamar tidur?’, ternyata tidak sedikit yang berani mengatakan itu aman dan sah-sah saja. Sedihnya lagi adalah ada orang tua yang sumbang pendapat dalam majalah itu kalau ia percaya anaknya tidak bakal ‘ngapa-ngapain’ dan ‘diapa-apain’ meskipun berduaan dengan pacarnya di kamar tidur. Di majalah remaja putri yang lain saya membaca pembahasan ‘kapan sih saya boleh dicium pacar’. Bukannya melarang, eh sang redaktur malah memberikan tips en trik-nya. Masya Allah!
Mohon dipahami oleh kamu semua, dalam agama kita yang namanya pergaulan bebas bukan sekedar s-e-k-s, tapi berduaan, pegangan tangan, pelukan, ciuman dalam pandangan agama sudah termasuk pergaulan bebas. Karena seharusnya kan ukuran baik dan buruk itu adalah agama kita yang memang sudah pasti tolak ukurnya. Kalau kemudian ukuran baik dan buruknya perbuatan kita itu adalah nafsu kita sendiri, entah apa jadinya isi dunia kita ini.
Kayaknya saya juga harus membuat himbauan kepada para orang tua agar mereka juga menjadikan Islam sebagai ukuran pikiran dan perbuatan. Termasuk dalam cara mendidik anak-anak mereka. Banyak orang tua yang cerewet dalam urusan pendidikan sekolah atau akademik lainnya, tapi kendor atau blong dalam pendidikan agama. Di antaranya dalam soal pergaulan dengan lawan jenis ini.
Para bapak dan ibu yang dimuliakan Allah, mari kita bersama-sama menjaga akhlak anak-anak kita. Siapkan juga anak-anak kita untuk menjadi seorang ayah dan ibu bagi keluarga mereka kelak. Dan bila mereka sudah mampu segera nikahkanlah mereka dengan pasangan yang baik agama dan dunianya. Insya Allah kita akan menjadi orang tua yang disayang Allah SWT



Nikkor :

* Ai-S 18 mm f/3.5 Nikkor

* Ai-S 20 mm f/2.8 Nikkor

* Ai-S 24 mm f/2.8 Nikkor

* Ai-S 28 mm f/2 Nikkor

* Ai-S 35 mm f/1.4 Nikkor

* Ai-S 35 mm f/2 Nikkor

* PC 35 mm f/2.8 Nikkor

* Ai-S 25-50 mm f/4 Nikkor


Canon :

* EF-S 18-55mm F/3.5-5.6 - sering kali, tapi dalam beberapa kondisi tidak ada hotspot(info dari kak YY)

* Canon EF-S 10-22mm/3.5-4.5 USM -> butuh klarifikasi

* Canon EF 20 mm f/2.8

* Canon EF 24 mm f/2.8

* Canon EF 50 mm f/1.4

* Canon EF 50 mm f/2.5 macro

* Canon EF 85 mm f/1.8

* Canon EF 16-35 mm f/2.8 L

* Canon EF 24-85 mm f/3.5-4.5 USM

* Canon EF 28-70 mm f/2.8 L

* Canon EF 35-80 f/4.0-5.6

* Canon EF 70-200 mm f/2.8 L IS

* Canon 200/2.8L produces a hot spot after f10-f11


Tokina :

* AF 12-24mm f/4 124 AF Pro DX


Sigma :

* 12-24mm F/4.5-5.6 EX DG ASPHERICAL HSM (sweetspot)

* sigma 10-20 (sweetspot)

* Sigma 18-50mm f/2.8 EX DC

* Sigma 30 mm f/1.4

* Sigma 70-200 mm f/2.8


Tamron :

* SP AF17-50mm F/2.8 XR Di II LD Aspherical [IF]

* Tamron SP AF 24-135 mm f/3.5-5.6 AD aspherical macro

* Tamron AF 70-300 mm f/4.0-5.6 LD macro

* Tamron 17-35 mm f/2.8-4.0 SP AF Di

* Tamron 18-200 XR Di II LD Aspherical [IF]


Olympus :

* Olympus Zuiko 14-42mm f/3.5-5.6


Carl-Zeiss :

* Carl Zeiss Planar T* 50 mm f/1.4 (for Contax)

alat dan bahan :
1. obeng yang seukuran skrup kamera
2. sebuah filter infrared (yang umum aja deh..Hoya UV / R25a / 72 )
3. cutter
4. kunci L ukuran 1.5mm~2mm
5. multi tester ... lebih baik lagi kalau ada tang meter (untuk mengecek masih ada arus atau tidak)


yah..karena pada dasarnya kamera digital bentuknya tidak begitu berbeda...jadi saya kasi patokan step by stepnya saja.

1. lepaskan batere + memory dari kamera...diamkan kira2 lebih dari 30mnt
2. pastikan tidak ada arus yang masih ada di kapasitor kamera
3. lepas satu persatu bagian...
4. anda harus mengingat posisi scruptnya!
5. saat anda melihat kabel tipis..yang melebar..(kabel ribbon)..lepaskan perlahan menggunakan kuku anda


Bersyukurlah kini sudah memasuki era digital..buat kita para photographer, kita ga perlu lagi ribet2 nyuci film..dan ga susah lagi untuk melakukan self post processing..

Film udah digantikan oleh sensor sebagai media perekam cahaya pada kamera..dan karena sifatnya dia adalah menerima dan merekam layaknya retina mata kita...tentunya dia akan menerima semua spektrum cahaya itu tanpa menseleksi........yah...keterbatasan teknologi

cman..kenapa pada kamera biasa tidak terlihat sinar UV..infrared..dll?

gambaran kasarnya

cahaya - lensa - hotmirror - sensor
-------------->||--->[-->sensor
-------------->||--->[-->sensor
-------------->||--->[-->sensor
-------------->||--->[-->sensor

hotmirror yang ada di antara lensa dan sensor bisa dianalogikan sebagai filter atau saringan cahaya..

jadi simplenya adalah..kalau mau moto infrared..cabut aja hot mirrornya

lalu bagaimana dengan filter-filter infrared yang banyak di jual saat ini? seperti Hoya R72 atau Cokin 007?..
filter2 tersebut sebenarnya adalah saringan yang sifatnya agak mirip dengan hot mirror tsb...kepekatan bahannya membuat sinar IR tembus kedalam lensa tanpa diikuti cahaya yang spektrumnya lebih panjang
hanya saja, karena sifatnya yang pekat..maka seperti saringan yang pekat..air bakal susah melaluinya......cahaya yang diterima sensor sangatlah sedikit, dan akan menyebabakan slow speed.. (udah pekat, masi harus berhadapan dengan hot mirror )

filter-filter infrared itu sendiri sebenarnya tidak terbatas hanya pada hoya dan cokin..




Kegagalan adalah sesuatu yang bisa kita hindari dengan; tidak
mengatakan apa-apa, tidak melakukan apa-apa dan tidak menjadi
apa-apa. (Denis Waitley)

Tidak usah berteriak "Hah?!" membaca judul tulisan ini, atau berpikiran kalau saya hanya berusaha menghibur. Tidak begitu. Saya juga tidak meminta kamu untuk menghilangkan kesedihan atau menangis ketika kamu mengalami kegagalan. Tidak diterima di sekolah favorit, atau universitas, ulanganmu 'kebakaran', dan seabrek-abrek kegagalan lainnya adalah bagian dari kegagalan yang bisa hinggap dalam kehidupan kita. Perasaan sedih dan menangis, itu adalah fitrah manusia. Allah karuniakan itu kepada kita sebagai sebuah cara untuk melepaskan beban hidup. Tidak apa-apa kita menangis.
Perasaan 'sakit' dan sedih ketika gagal juga menjadi sebuah tanda bahwa kita adalah remaja yang normal, yang menginginkan keberhasilan dan kebahagiaan. Ketika itu tidak tercapai kita pun terluka, sedih dan menangis. Berarti kita masih ingin mencapai keinginan tersebut. Bukankah itu bagus?
Ya, jangan melepas segala usaha dan impian mereka ketika kita gagal. Bayangkan, kalau setiap orang yang gagal begitu saja melepas cita-cita mereka, pastinya tidak ada kemajuan di dunia ini. Thomas Alva Edison puluhan kali gagal membuat lampu pijar, tapi ia tidak putus asa. Jurnalis senior Rosihan Anwar, budayawan Emha Ainun Najib sudah kenyang dengan penolakan atas tulisan mereka. Buku laris Chicken Soup for The Soul karya … ditolak oleh banyak penerbit sebelum akhirnya diterbitkan oleh … dan laris manis. Bahkan Rasulullah saw. saja berdakwah selama 13 tahun di Mekkah dan hanya punya 70 pengikut. Bahkan di Thaif beliau mengalami pengusiran dan pelemparan batu.

Ketika SMU saya memiliki seorang kawan, kakak kelas yang tidak naik dan akhirnya satu kelas dengan saya. Ia menjadi minder dan nyaris hilang kepercayaan dirinya. Waktu itu saya hanya bisa bilang, "Jangan putus asa, yang penting usaha, belajar saja apa yang kita bisa, Allah membalas usaha kita, bukan hasilnya." Alhamdulillah, kami lulus bersama-sama. Terakhir saya dengar ia sudah bekerja di satu institusi pemerintah.
So, jangan lepas cita-cita dan keinginanmu. Kegagalan itu indah. Kegagalan itu adalah tantangan yang harus ditaklukkan, bukan sekedar ditangisi. Tanpa kegagalan dan kesalahan, kita tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang benar dan berhasil. Masih tidak percaya? Mari kita lihat; misalkan kamu gagal mendapatkan nilai memuaskan waktu ulangan fisika dan harus mengikuti remedial atau her, maka inilah langkah yang seharusnya kamu lakukan;

 Kamu akan mempelajari lagi soal ulangannya,
 Kamu akan melengkapi lagi catatanmu untuk bahan remedial
 Kamu akan minta bantuan pada temanmu yang jago fisika untuk membantumu berlatih.
 Kamu akan berlatih soal-soal lebih banyak lagi.
 Kamu akan belajar lebih serius lagi.

Coba terapkan hal serupa pada kegagalan yang lain.
Betulkan kegagalan itu indah? Banyak yang bisa kita lakukan setelah kegagalan. Mata kita jadi terbuka akan berbagai hal. Kita menjadi lebih sungguh-sungguh. Kita menjadi tidak mudah lengah, dan kita semakin bisa menghargai sebuah keberhasilan.
Kamu drop out dari sekolah, tidak diterima di PTN favorit?
Hey, jalan menuju ke Roma itu banyak. Keberhasilan hidup dan kebahagiaannya bukanlah milik mereka yang menjadi juara kelas, juga bukan milik mereka yang bisa kuliah di universitas mentereng atau yang bisa menghasilkan uang banyak. Banyak orang yang tidak bisa meneruskan sekolah, tidak bisa kuliah, gagal melamar pekerjaan, tapi menemukan kesuksesan di bidang lain dan berbahagia. Bill Gates boss Microsoft drop out dari bangku kuliah, Albert Einstein penemu teori relativitas ketika sekolah dianggap 'bukan murid yang pandai', dan masih banyak orang berhasil lainnya yang berawal dari gagal. Bahkan konon kue brownies yang yummi adalah kue yang gagal dibuat oleh seorang koki. Banyak kesempatan dan cita-cita yang bisa kamu wujudkan di dunia ini.
Sabarlah menghadapi berbagai kegagalan, keberhasilan tidak datang tiba-tiba. Kolonel Sanders memulai usahanya ketika dia berumur 60 tahun, dan mulai meraih sukses yang menyeluruh dalam usaha KFC.
Tentu saja, bahagia bukan sekedar impianmu berhasil, tapi ketika Allah meridloimu, ketika kamu melaksanakan sesuatu sesuai dengan cara yang halal disanalah letak kebahagiaan. Bagi kita, mendapatkan ridlo Allah adalah kesuksesan yang sesungguhnya, di dunia dan di akhirat.

"Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari neraka."





Ini memang saya baca dari pamflet iklan yang tersebar dimana-mana. Lengkapnya bunyi pamflet itu adalah; Tua Itu Pasti, Dewasa Itu Pilihan. Tentu yang dimaksud oleh si pembuat iklan adalah memilih produknya itu adalah pilihan mereka yang berpikir dewasa.
Bagi kita, soal dewasa atau tidak itu penting. Sangat penting, malah. Sebal rasanya kalau kita dicap 'belum dewasa' oleh orang lain. Jangan begini, jangan begitu, kamu belum dewasa. Dunia pun serasa runtuh. Ingin rasanya kita teriak pada orang-orang kalau kita sudah dewasa. "Hey, aku sudah berumur enam belas tahun, aku sudah kelas dua SMU, aku sudah dewasa!" mungkin begitu isi teriakan kita.
Sayangnya saya harus berterus terang pada kamu, para remaja, banyak di antara kita – termasuk orang tua – yang salah mengartikan kata 'dewasa'. Kalau kamu beranggapan dewasa itu sama dengan bertambahnya umur, berarti jawabanmu benar dan salah. Benar, karena secara biologis kamu sudah dewasa. Kamu, para cowok, sudah mimpi basah, badanmu sudah memproduksi sel sperma, jakunmu mulai tumbuh, dan dagumu sudah berjenggot. Kamu, para cewek, kamu sudah datang bulan, tubuhmu sudah memproduksi sel telur, dan kamu sudah siap menjadi seorang wanita.

Tapi jawabanmu salah karena dewasa juga diukur dari caramu berpikir dan caramu bersikap. Inilah kedewasaan yang harus kita miliki. Percaya atau tidak, tidak semua orang dewasa juga mampu berpikir dewasa.
Sekarang, seberapa sering kamu melalaikan sholat lima waktu? Berapa kali kamu sengaja membocorkan puasa Ramadlan? Bisakah kamu bersabar ketika orang tua memarahimu saat kamu salah? Pernahkah kamu mengaku salah dan minta maaf pada orang lain atas kesalahanmu? Pernahkah kamu menepati janji dengan orang lain, seperti datang tepat waktu? Itu sebagian dari 'ujian' kedewasaan.
Jadi, jangan dulu mengaku dewasa kalau kita nggak sholat shubuh tapi masih bisa cengar-cengir. Atau nggak malu pada orang lain walaupun sering ingkar janji, atau tidak pernah minta maaf walau sudah jelas-jelas kita berbuat salah. Menjadi dewasa meminta kita untuk menjadi orang yang siap dengan segala tanggung jawab, baik sesama manusia atau dari Allah SWT. Kalau kita sering menghindar dari tanggung jawab, ngeles, itu artinya kita belum dewasa. Itu adalah tipikal anak-anak. Ketika seorang anak merebut mainan dari temannya sehingga menangis, ia akan lari pulang ke rumahnya. Bersembunyi di belakang punggung ibu atau bapaknya. Atau ketika mereka ramai-ramai mencuri mangga dan tertangkap basah, anak-anak biasanya saling melempar kesalahan. Apakah kita masih begitu, melempar tanggung jawab pada orang lain?
Maka 'dewasa' itu bukan hanya milik orang dewasa. Ali bin Abi Thalib ra. sudah dewasa ketika masih kanak-kanak. Sayyidina Ali termasuk assabiqunal awwalun, golongan pertama yang memeluk Islam. Saat Rasulullah saw. mengajaknya beriman, masuk ke dalam Islam, ia sempat meminta izin pada orang tuanya, tapi ia membatalkan niatnya itu sambil berkata, "Allah saja tidak pernah meminta izin pada orang tuaku untuk melahirkanku ke alam dunia." Ia pun masuk Islam tanpa meminta izin pada orang tuanya.
Saat Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq akan hijrah ke Yatsrib, beliau meminta Ali untuk tidur di ranjangnya, sebagai tipuan untuk orang-orang Quraisy yang telah mengepung rumah Rasulullah saw. Para pemuda musyrik Quraisy yang mengintip rumah Rasulullah saw. pun menyangka Rasulullah saw. masih terlelap di kasurnya. Tapi ketika mereka mendobrak masuk mereka hanya mendapati Ali. Tapi Ali tidak gentar. Ia menatap mata mereka dan berdebat dengan mereka.
Usamah bin Zaid ra. adalah remaja berumur 18 tahun yang memimpin peperangan melawan negara adidaya Romawi. Para prajurit yang dipimpinnya adalah veteran perang Badar yang jauh lebih tua, dan sebagian sudah bersama Rasulullah saw. selama bertahun-tahun. Tapi Rasulullah saw. mempercayakan pasukannya dipimpin Usamah.
Bahwa semua orang umurnya akan bertambah dan menjadi tua, itu memang sunnatullah, pasti. Tapi tidak semua orang siap dan mampu menjadi dewasa. Maka tidak usah menunggu umurmu bertambah untuk menjadi dewasa. Jadilah orang yang berpikir dewasa sekarang. Berpikirlah dewasa sejak saat ini. Caranya? Belajarlah menjadi orang dewasa; kenali dan pelajari arti tanggung jawab, meminta maaf, berkorban untuk orang lain, menghormati orang lain, berjuang untuk agama, patuh pada orang tua, amanah, jujur, cinta dan kasih, dsb.
Bila kamu menghayati Islam, memahaminya dan menjadikannya sebagai panduan dan cahaya hidupmu, maka kamu akan tumbuh sebagai orang 'dewasa'. Karena agama kita adalah tuntunan yang akan membawa kita dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

Cinta itu sama seperti orang yang menunggu bis. Sebuah bis datang, dan
kamu
bilang, "Wah.. terlalu penuh, sumpek, bakalan enggak bisa duduk nyaman
neh!
aku tunggu bis berikutnya aja deh."

Kemudian, bis berikutnya datang. Kamu melihatnya dan berkata, "Aduh
bisnya
kurang asik nih, enggak bagus lagi.. enggak mau ah.."

Bis selanjutnya datang, cool dan kamu berminat, tapi seakan-akan dia
tidak
melihatmu dan lewat begitu saja.


Bis keempat berhenti di depan kamu. Bis itu kosong, cukup bagus, tapi
kamu
bilang, "Nggak ada AC nih, bisa kepanasan aku". Maka kamu
membiarkan bis keempat itu pergi.

Waktu terus berlalu, kamu mulai sadar bahwa kamu bisa terlambat pergi
ke
kantor.

Ketika bis kelima datang, kamu sudah tak sabar, kamu langsung melompat
masuk
ke dalamnya. Setelah beberapa lama, kamu akhirnya sadar kalau kamu
salah
menaiki bis. Bis tersebut jurusannya bukan yang kamu tuju! Dan kau baru
sadar telah menyiakan waktumu sekian lama.

Moral dari cerita ini: sering kali seseorang menunggu orang yang
benar-benar
'ideal' untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang
100%
memenuhi keidealan kita. Dan kamu pun sekali-kali tidak akan pernah
bisa
menjadi 100% sesuai keinginan dia.

Tidak ada salahnya memiliki 'persyaratan' untuk 'calon', tapi tidak ada
salahnya juga memberi kesempatan kepada yang berhenti di depan kita.

Tentunya dengan jurusan yang sama seperti yang kita tuju. Apabila
ternyata
memang tidak cocok, apa boleh buat.. tapi kamu masih bisa
berteriak 'Kiri' ! dan keluar dengan sopan.

Maka memberi kesempatan pada yang berhenti di depanmu, semuanya
bergantung
pada keputusanmu. Daripada kita harus jalan kaki sendiri menuju
kantormu,
dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi.

Cerita ini juga berarti, kalau kebetulan kamu menemukan bis yang
kosong,
kamu sukai dan bisa kamu percayai, dan tentunya sejurusan
dengan tujuanmu, kamu dapat berusaha sebisamu untuk menghentikan bis
tersebut di depanmu, agar dia dapat memberi kesempatan kepadamu untuk
masuk
ke dalamnya. Karena menemukan yang seperti itu adalah suatu berkah yang
sangat berharga dan sangat berarti. Bagimu sendiri, dan bagi dia. Lalu
bis
seperti apa yang kamu tunggu? :-)

Selalu Bawa Kamera (camera )
Alasan utama mengapa Anda melewatkan momen yang bagus untuk difoto adalah karena Anda tidak membawa kamera. Jadikanlah suatu kebiasaan untuk selalu membawa kamera kemanapun Anda bepergian karena Anda tidak tahu momen-momen atau pemandangan-pemandangan apa yang akan Anda temui nanti. Belilah tas atau tempat untuk kamera Anda karena hal tersebut dapat memudahkan Anda membawa kamera, selain itu juga dapat melindungi kamera Anda dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti goresan maupun benturan dengan benda lain. Tas atau tempat kamera yang memiliki busa dan memiliki lapisan luar yang cukup keras adalah pilihan yang cerdas untuk hal ini.

Foto Lebih Banyak Lagi (more photos)
Jika Anda berfikir bahwa Anda telah cukup banyak mengambil foto, tidak demikian adanya, terutama jika Anda adalah pemilik kamera dijital. Hasil foto kamera dijital disimpan dalam format dijital (berkas), jadi tidak ada kerugian bagi Anda untuk mengambil foto lebih banyak. Memang foto tersebut akan menghabiskan sejumlah space pada kartu memori Anda, namun nantinya Anda dapat dengan mudah menghapusnya jika Anda tidak puas dengan hasil foto tersebut. Mengapa Anda mengambil sebuah foto jika Anda bisa mengambil banyak foto? Tidak usah ragu, karena mungkin tempat di mana Anda mengambil foto tersebut tidak akan Anda kunjungi lagi. Foto sebebas-bebasnya, karena pemandangan/adegan sehari-hari yang membosankan dapat saja menjadi bersejarah beberapa tahun kemudian.

Percaya pada Mata Anda (trust your eyes)
Mempelajari aturan-aturan composition adalah hal yang baik, namun aturan-aturan tersebut kadangkala tidak berlaku dan ada kalanya Anda harus mempercayai mata Anda. Ketika kita akan memfoto sebuah objek, gerakkan atau pindahkan kamera dan jelajahi pemandangan sekitarnya. Ketika Anda menemukan sudut potret yang menurut Anda bagus, fotolah dengan segera.

Latih Mata Anda (improve your eyes)
Lihat dan perhatikan dengan seksama foto yang Anda ambil. Cobalah untuk menemukan kekurangan-kekurangan dan kritiklah hasil foto tersebut. Apakah foto tersebut sesuai dengan apa yang kita inginkan pada saat kita memfoto? Apakah Anda suka composition-nya? Aktivitas peninjauan kembali hasil foto oleh Anda sendiri sangat esensial dalam meningkatkan indra fotografi Anda.

Kenali Kamera Anda (know your camera)
Anda tidak perlu menghafal setiap fitur pada kamera Anda sesegera mungkin. Akan lebih mudah mengingat fitur-fitur Anda dengan perlahan-lahan mencoba fitur-fitur kamera Anda satu-persatu melalui aktivitas fotografi sehari-hari. Analoginya seperti saat kita belajar mengganti persneling saat mengendarai sepeda motor atau mobil. Jadikan kemampuan mengutak-atik fitur kamera menjadi kebiasaan Anda. Dengan demikian Anda tahu dengan baik fitur-fitur apa yang mesti dipakai pada saat memfoto suatu objek atau pemandangan.

Selalu Bekerja pada Berkas Salinan (always work with your copy)
Hal ini berlaku untuk era baru fotografi yaitu kamera dijital. Perlu Anda ingat bahwa sebelum Anda membuat foto salinan maka foto yang Anda punya adalah foto satu-satunya yang masih asli. Biasakanlah membuat salinan atas berkas foto yang akan Anda utak-atik. Beberapa perangkat pengolahan/pengorganisasi gambar dijital biasanya menyertakan fitur ini.
Fotografi memang memiliki aspek teknologi dan estetika. Sebagai teknologi, fotografi pada awalnya diciptakan sebagai alat rekam. Kamera berikut perlengkapan yang memungkinkannya merekam citra (image) adalah aspek perangkat keras (hardware) teknologi fotografi; sedangkan pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan perangkat tersebut untuk menghasilkan citra adalah aspek perangkat lunaknya (software).

Penguasaan aspek teknologi saja tidak serta merta membuat orang menjadi seniman foto. Banyak orang mempunyai kamera dan pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakannya dengan baik. Namun karena cara dan tujuan penggunaan aspek teknologi tersebut, mereka tidak dapat dikatakan sebagai seniman foto. Seorang ibu yang menggunakan kamera untuk merekam momen-momen penting dalam kehidupan keluarganya atau para peneliti yang menggunakan kamera untuk mendokumentasikan objek penelitiannya tidak dapat dikatakan sebagai seorang seniman foto, meskipun mungkin foto-foto yang dihasilkannya secara teknis sempurna dan boleh jadi memiliki nilai estetika yang cukup tinggi. Demikian juga seorang wartawan foto yang mengabadikan momen-momen penting sejarah. Meskipun karya-karya fotonya boleh jadi istimewa dari segi teknis dan muatan ceritanya, karya-karya itu menurut saya tidak dapat dianggap sebagai karya seni, walaupun karya-karya itu mempunyai nilai komersial tinggi, dikoleksi oleh museum dan/atau dipamerkan di galeri-galeri terkemuka.


Seni tidak dapat dinilai dari aspek teknis dan/atau komersialnya saja. Ada aspek yang lebih esensial yang membuat suatu karya bisa digolongkan sebagai suatu ekspresi seni, yaitu aspek kreatif-eksploratif-estetik. Dalam urutan ini, aspek estetik dicapai bukan semata karena kelihaian dalam memanfaatkan aspek teknologi, namun (dan ini yang lebih penting) karena adanya aspek kesengajaan dan keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang lahir dari perenungan gagasan yang bersifat eksploratif. Dengan kata lain, perenungan eksploratif melahirkan gagasan untuk mencipta. Gagasan ini kemudian dicarikan bentuknya dengan memanfaatkan aspek teknologi. Jika teknologi yang ada belum memungkinkan untuk memberikan bentuk ekspresi bagi gagasan yang dimiliki oleh seorang seniman, maka seniman itu mungkin akan berusaha menggabungkan beberapa teknologi yang ada, atau memanfaatkan teknologi yang ada secara kreatif, atau bekerjasama dengan engineers menciptakan teknologi baru untuk mewujudkan gagasannya itu. Jadi aspek teknologi atau kesempurnaan teknis dalam hal ini tidak menjadi unsur utama, tapi hanya pendukung atau alat berkreasi.

Bye: Vira




Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus.
Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi
ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri
pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan
siang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan
orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk
berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar
penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang
sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang
mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang
ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai
mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi
mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir
sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun,
semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata
tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah. Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju

tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran
di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di
pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu- individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan,
rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih,
serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan,
tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan,
bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak- anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya
meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan
hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting
apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar
seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat
pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang- orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini,
seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika
kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang
menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan
pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah
sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah
mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah
hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang
yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari apa
yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan
apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang
sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka
sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk
dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun,
seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh
hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga
kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan
dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman
memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada
dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan. "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka." (QS. Aali `Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman
adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang
menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta
Kebijaksanaan Allah.

Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan
manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini
mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia
secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti
bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur,
berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di
depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari
yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran
yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya
untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di
sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa- peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara
keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan
tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah
menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan
sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang
dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan
kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal
kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa
magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah
telapak kaki kita!

Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan
yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia tidak
terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak
saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang
mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di
universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini.
Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk
mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana
ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila
diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola
api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi
pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita
berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa
bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung
dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang
angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar
dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan
berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan
tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan
kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika
berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam
jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat
hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung
tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa
kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna
tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki
bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim
keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut
agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini,
memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan
kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh
adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang
diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan
contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini
satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami
bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia
dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir
sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah
mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan
pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini
adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun- temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika
ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera
menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama
ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan
tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah
yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan
anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa
pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil,
rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada
melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka
memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya.
Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah
kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut
berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan
selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah
kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa
manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir
yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan
merenung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir
dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam
kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri
setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita
dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka
Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22) Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak
mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia
dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan
segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya
secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka
beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan
tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk
merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental
atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk
mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada
manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan
diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia.
Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari
segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan
dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.

Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke
dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebuah ketiadaan? Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda lihat
di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki
bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu
ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan
yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti
pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang
sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa
sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara
tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah,
kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo
beberapa detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang anda
miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat
cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun
kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang
diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda
meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demikian
terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi akan mereka
tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk
bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Namun
sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat
penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian
manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang
seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan
kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak
mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin
dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal
ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa
tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan
akalnya semaksimal mungkin.

Buku ini ditulis dengan tujuan mengajak manusia "berpikir sebagaimana
mestinya" dan mengarahkan mereka untuk "berpikir sebagaimana
mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari
kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan
kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam,
dan arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah
menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya
melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."
(QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?" (QS. Al-Mu'minuun, 23:115)

Oleh karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan
secara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan
dirinya, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar
serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya.
Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui
kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia
mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah;
namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa
pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan
kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu
ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu
baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)

Padahal Allah telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia.
Berpikir atau merenung untuk kemudian mengambil kesimpulan atau
pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami
kebenaran, akan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di
akhirat kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan seluruh
manusia, melalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan
merenungkan penciptaan diri mereka sendiri dan jagad raya:
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?,
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar
ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
DUA
Berpikir secara Mendalam
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam",
seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan
menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan
segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir
secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan.
Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk
kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah
mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung.
Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk
dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
(merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini
adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat
tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir
mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata
kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan),
meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam
kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat
melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan
diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang
sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka.
Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar
tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan
petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al- A'raaf, 7: 205) "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu)
ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan
mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir
secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada
kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya,
Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu
mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar
mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika
ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab
bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman
kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan
ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah.
Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya,
jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah
kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah
kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan
sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al- Mu'minuun, 23: 84-90)

Emosi dapat membawa kita dalam masalah dan kita harus selalu mengontrolnya setiap saat. Sebagai manusia, kita semua memiliki emosi. Tak peduli seberapa keras kita berusaha, kita akan selalu bereaksi pada suatu kondisi.

Beberapa emosi mempengaruhi lebih dalam dari yang lainnya. Semakin dalam emosi seseorang, semakin bahaya karena emosi nampaknya akan lebih berpengaruh pada perilaku kita dan membuat kita bereaksi secara irasional.

Satu cara mengontrol emosi kita adalah mengetahui apa yang sedang kita lakukan. Karenanya, jika kita merasa marah pada seseorang, sangat penting kita mengetahui duduk persoalan sebenarnya yang membuat mengapa kita mudah marah.

Selain itu kita harus mengetahui pada tingkat apa kita merasakan emosi. Jika seseorang melukai anak kita, mungkin kita akan sangat emosional dibanding jika seseorang menumpahkan minuman pada kemeja kita.


Sekarang kita menyadari tak peduli apa yang kita ucapkan dan lakukan, kita akan selalu melibatkan emosi. Beberapa orang sangat emosional dibanding yang lain, tetapi emosi mempengaruhi semua diantara kita pada satu sisi atau sisi lain.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari cara mengatasi emosi. Hal ini tidak berarti membiarkan emosi keluar dari diri kita dan mulai mengoceh mengenai apa yang mengganggu sampai kita menangis seperti bayi.

Orang seharusnya tidak dapat mengetahui bagaimana perasaan kita hanya dengan memperhatikan kita. Jika seseorang mengetahui bagaimana perasaan kita, mereka akan lebih baik memprediksikan tindakan kita, mereka dapat lebih baik merencanakan untuk menghalangi upaya kita dan mengalahkannya.

Ingatlah jika seseorang menanyakan pada kita: Bagaimana kabar kita?” katakan pada mereka bahwa kita baik-baik saja. Mereka dapat mengetahui bagaimana perasaan kita sebenarnya

Keluhan masyarakat terhadap besarnya jumlah iklan pada tayangan di televisi yang mengganggu kenyamanan saat menonton, terutama di acara prime time, tidak pernah ditanggapi oleh pihak DPR dan para aparat yang terkait.
Hal tersebut diungkapkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tini Hadad, ketika dihubungi Warta Kota melalui telepon, Jumat (21/12).
Pihak YLKI, menurutnya, sudah sering mengangkat persoalan ini ke meja diskusi. Tapi ini pun terhenti pada paparan wacana. Telah lama juga --semenjak Departemen Penerangan masih berdiri --YLKI mengusulkan ke DPR agar dibentuk undang-undang periklanan, termasuk untuk mengatur praktek-praktek iklan di media cetak dan elektronik. Tapi hasilnya sampai sekarang, imbuh Tini, nihil.
"Pihak stasiun televisi tahu benar bagaimana memanfaatkan prime time, dan prinsip mereka, kalau penonton nggak suka akan banyaknya iklan di tayangan tersebut, silakan take it or leave it," tuturnya.
Selama ini, pihak asosiasi periklanan hanya menerapkan kode etik untuk menetapkan batas tayangan iklan sebesar 30 persen. Dan menurut Tini, itu saja tidak cukup karena pada kenyataannya, ketetapan tersebut banyak dilanggar. "Dari hasil observasi YLKI, banyak yang tidak memakai patokan tersebut. Karena, tidak ada sanksi apa pun yang mengancam perbuatan mereka itu," tukasnya.

Menanggapi alasan dari pihak SCTV dan Indosiar, yang diutarakan oleh para manajer humas mereka, yakni Budi Dharmawan dan Gufron Sakaril, (Warta Kota, 20/12), Tini mengatakan alasan itu hanya dalih semata. "Bisa saja itu dalih mereka bahwa iklan yang memotong tayangan di tengah-tengah acara itu sekalian buat sensor atau untuk menahan remote control pemirsa agar tidak pindah ke saluran televisi lain.
Saya tahu benar, Lembaga Sensor Film (LSF) umumnya memotong adegan kekerasan atau porno. Lain dengan iklan yang memotong film di adegan apa saja. Dan dalih remote control dijadikan alasan, sehingga jumlah iklan justru sering lebih panjang dari acaranya," ujarnya.
Sementara itu Pengamat Media, Veven SP Wardhana, juga mengungkapkan soal semakin besarnya tindak pelanggaran terhadap patokan 30 persen untuk tayangan iklan. Menurutnya, hal itu bisa terjadi akibat tidak adanya lembaga yang melakukan penghitungan yang mutlak mengenai peraturan 30 persen tersebut.
"Maka, pihak televisi dengan gampang mencuri jam tayang iklan. Contoh pada acara pertama mereka mencuri tiga menit dan terus berlanjut pada tayangan berikutnya, juga mencuri waktu waktu tiga menit. Dan tanpa disadari penonton, akhirnya akumulasi jam tayang iklannya melampui batas," papar Veven.
Veven juga prihatin soal tayangan-tayangan kuis yang pertanyaan-pertanyaannya menjurus ke promosi produk, dan ini nyaris dilakukan semua stasiun televisi. "Ini sangat mengganggu konsumen dan para peserta kuis itu sendiri. Padahal etikanya, sponsor tidak boleh memasuki area tayangan," tegasnya.
Sayangnya, tidak ada undang-undang yang mengatur persoalan iklan tersebut, dan jika dikaitkan dengan etika moral, tidak ada hukuman yang membuat pelaku jera, katanya.
Menurutnya, harus ada sebuah lembaga yang terdiri dari masyarakat sipil, untuk terus-menerus melakukan tekanan --termasuk lewat surat pembaca di media cetak --terhadap pihak media dan periklanan. Ia mencontohkan apa yang dilakukan para ibu-ibu di Amerika Serikat yang membentuk lembaga pemantau iklan, dan hasilnya efektif, ditunjukkan dengan berkurangnya tayangan iklan yang mengeksploitasi anak. "Jika tidak ada yang berinisiatif, media pun bisa mengambil alih tugas ini," imbuhnya.
Bisa menuntut
Sementara itu pakar komunikasi JB Wahyudi menganggap pemotongan acara televisi tanpa mengindahkan kenyamanan pemirsa merupakan kesalahan penyelenggara.

"Mereka tidak mengindahkan hak konsumen penonton televisi. Masyarakat bisa menuntut melalui media watch, karena saya sendiri melihat persoalan ini merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan," jelasnya.
Sebab apa yang dilakukan stasiun televisi, lanjut mantan Kepala Monitoring TVRI Stasiun Pusat Jakarta ini, semata-mata pertimbangan profit. Namun demikian, hendaknya pengelola televisi tidak boleh mengorbankan kepentingan pemirsa. Di balik kepentingan bisnis itu sebenarnya juga ada hak pemirsa untuk mendapatkan tayangan yang nyaman.
"TV mau melanggar hak-hak pemirsa semata-mata karena kepentingan bisnis. Karena iklannya banyak, tidak peduli lagi kepentingan kenyamanan. Sehingga etika siaran pun dilanggar seenaknya," jelas Wahyudi.
Seiring dengan perkembangan dunia pertelevisian, dengan hadirnya 10 stasiun televisi swasta dan TVRI, Wahyudi menilai sudah saatnya dibentuk semacam Television Watch yang tugasnya memantau perkembangan pertelevisian. Badan pemantau itu bisa lebih independen mengawasi persoalan yang muncul di dunia pertelevisian. (yus/agi)